purnama tepat berada di atas kepalaku. kala bayangnya yang selama ini mengungkungku akhirnya kulepas.
ini semua berkat Kak Dhya.
dia menyadarkanku dengan kata-katanya yang make sense. bahwa, yang paling berhak untuk menyemangati ku, adalah diriku sendiri. yang punya kewajiban untuk menciptakan bahagiaku, tak lain pun adalah diriku sendiri.
selama ini, aku kerap berpikiran bahwa romance relationship adalah satu-satunya jalan untuk kita punya someone to talk. yang bisa diajak nongki bareng, grow up bareng. dan kesalahan ku adalah ketika aku mulai berpikir untuk mencarinya, dan membebaninya dengan persepsi yang kubangun sendiri.
dirinya belum tentu sesuai dengan yang ada di benakku. bahkan mungkin berbanding terbalik.
maka aku lagi-lagi bersyukur sebab diri ini belum terlampau jauh. belum melakukan hal yang memalukan, kecuali fakta bahwa namanya masih yang paling kutunggu di 'seen' instastory ku.
aku yang melankolis. sedikit naif juga. cinta selalu kupandang sebagai jalan pintas menuju bahagia, ketika kita memilikinya. aku lupa bahwa cinta juga bisa menghadirkan nelangsa. lupa bahwa harapan-harapan yang tidak pasti pada akhirnya hanya akan menenggelamkan ku pada asumsi tak berkesudahan.
pada harap-harap yang muluk. pada imajinasi semu.
padahal aku dan dia sedang hidup di dunia nyata, dimana yang indah selalu bergenggaman dengan luka. jika aku memilih untuk memperjuangkan keindahan itu, tentu aku harus siap menerima potensi lukanya juga. karena pada dasarnya, hidup memang selalu seperti ini
selalu ada dualisme yang berseberangan. selalu ada kita yang harus siap memeluk keduanya.
Komentar
Posting Komentar