Langsung ke konten utama

selepas bertemu purnama

 purnama tepat berada di atas kepalaku. kala bayangnya yang selama ini mengungkungku akhirnya kulepas.


ini semua berkat Kak Dhya.
dia menyadarkanku dengan kata-katanya yang make sense. bahwa, yang paling berhak untuk menyemangati ku, adalah diriku sendiri. yang punya kewajiban untuk menciptakan bahagiaku, tak lain pun adalah diriku sendiri.

selama ini, aku kerap berpikiran bahwa romance relationship adalah satu-satunya jalan untuk kita punya someone to talk. yang bisa diajak nongki bareng, grow up bareng. dan kesalahan ku adalah ketika aku mulai berpikir untuk mencarinya, dan membebaninya dengan persepsi yang kubangun sendiri.

dirinya belum tentu sesuai dengan yang ada di benakku. bahkan mungkin berbanding terbalik.
maka aku lagi-lagi bersyukur sebab diri ini belum terlampau jauh. belum melakukan hal yang memalukan, kecuali fakta bahwa namanya masih yang paling kutunggu di 'seen' instastory ku.

aku yang melankolis. sedikit naif juga. cinta selalu kupandang sebagai jalan pintas menuju bahagia, ketika kita memilikinya. aku lupa bahwa cinta juga bisa menghadirkan nelangsa. lupa bahwa harapan-harapan yang tidak pasti pada akhirnya hanya akan menenggelamkan ku pada asumsi tak berkesudahan.
pada harap-harap yang muluk. pada imajinasi semu.

padahal aku dan dia sedang hidup di dunia nyata, dimana yang indah selalu bergenggaman dengan luka. jika aku memilih untuk memperjuangkan keindahan itu, tentu aku harus siap menerima potensi lukanya juga. karena pada dasarnya, hidup memang selalu seperti ini

selalu ada dualisme yang berseberangan. selalu ada kita yang harus siap memeluk keduanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hope and darkness

Tidak, itu bukan mimpi. Masih jelas terbayang kejadian 12 tahun yang lalu. Kejadian yang kemudian membawaku mengarungi derita tak bertepi. Peristiwa demi peristiwa. Sampai rasanya hidupku ingin kuberi judul sekumpulan tragedi. Sesak nafasku, leher yang seperti dicekik oleh tangan tak kasat mata, makhluk bertanduk yang muncul dari kegelapan, serta yang paling membuat pilu adalah, mereka yang tak satupun mendengar jeritku, sedangkan suara tawanya mampu kudengar dengan jelas diluar sana. Tuhan, mengapa engkau menjadikanku ada untuk kau biarkan derita menenggelamkanku pada titik nadir? Adakah aku melakukan kesalahan yang tidak bisa Kau maafkan? Atau, semua ini adalah caramu menyayangiku? -dengan membentukku menjadi sekokoh karang, yang tidak lagi gentar meski arus kencang menerjangku dari semua arah. *** Acara launching buku perdanaku akhirnya selesai dengan lancar. Setelah menyiapkan naskah itu selama kurang lebih satu tahun, akhirnya tiba hari ini. Hari yang menjadi klimaks dari ragam up...

untuk : yang pernah singgah

Oktober 2024 “Aku pengen dia tahu kalo di belakangnya selalu ada aku yang berharap. Semoga dia didekatkan sama hal yang bisa bikin dia happy” tukasku, “meski selamanya hanya bisa memandang dari belakang” Ranya setengah mendengus dan setengah tertawa sinis. Seolah perkataanku barusan adalah materi stand up comedy yang bisa mengundang tawanya. “Perasaan memang asli bisa bkin seorang Kiara jadi cewek yang bego dan nggak tau malu” Sinis Ranya. Perempuan berkacamata ini memang banyak tahu tentangku. Ia selalu menjadi telinga untuk tiap kisah yang tak pernah bosan kuulang. Dan menjadi buku diary berbentuk manusia tempatku berbagi banyak hal menyenangkan dan sebaliknya. Sedangkan dia, yang menjadi orang terpenting dalam kisah ini, adalah sosok yang tak pernah ku bayangkan akan menjadi sepenting ini. Padahal, melalui masa-masa kuliah dengan tenang dan jauh dari segala bentuk drama adalah hal yang selalu ku harapkan sebelum menjadi mahasiswa. Namun perjalanan yang diamanatkan semesta membawa...

Kisah Baru di Penghujung Semester 4

  Jika tulisan memang punya semacam kekuatan magis untuk mengekalkan kenangan, maka malam ini,aku memilih untuk merilis perasaanku melalui kata. Izinkan aku berkisah tentang seseorang yang entah dengan cara apa akhirnya berhasil merebut perhatianku selama kurang lebih setahun terakhir. Sosoknya mengagumkan-setidaknya di mataku. Meski beberapa temanku pernah bertutur bahwa dirinya terlalu ‘biasa aja’ untuk disukai seorang Qalbi (mereka pikir setinggi apa sih standarku? Hahaha) Aku menemukannya kala sisi hatiku yang lain pun tengah mengagumi seseorang yang lain. Senior. 3 tahun lebih dewasa. Dan barangkali, tanpa kusebut pun namanya, dirimu sudah punya bayangan akan mengarah kemana. Tapi perasaaan ini, ditakdirkan kandas oleh semesta. Ternyata kakak senior-yang kujuluki pemilik mata teduh telah menyimpan seorang pawang dalam diamnya. Bisa apa diriku yang baru anak kemarin sore? Hanya bisa mengucapkan sepotong singkat kata ‘selamat’ kala dirinya di wisuda beberapa bulan yang lal...