Jika tulisan memang punya semacam kekuatan magis untuk
mengekalkan kenangan, maka malam ini,aku memilih untuk merilis perasaanku
melalui kata.
Izinkan aku berkisah tentang seseorang yang entah dengan cara
apa akhirnya berhasil merebut perhatianku selama kurang lebih setahun terakhir.
Sosoknya mengagumkan-setidaknya di mataku. Meski beberapa temanku pernah bertutur
bahwa dirinya terlalu ‘biasa aja’ untuk disukai seorang Qalbi (mereka pikir setinggi
apa sih standarku? Hahaha)
Aku menemukannya kala sisi hatiku yang lain pun tengah
mengagumi seseorang yang lain. Senior. 3 tahun lebih dewasa. Dan barangkali,
tanpa kusebut pun namanya, dirimu sudah punya bayangan akan mengarah kemana. Tapi
perasaaan ini, ditakdirkan kandas oleh semesta. Ternyata kakak senior-yang
kujuluki pemilik mata teduh telah menyimpan seorang pawang dalam diamnya.
Bisa apa diriku yang baru anak kemarin sore? Hanya bisa
mengucapkan sepotong singkat kata ‘selamat’ kala dirinya di wisuda beberapa
bulan yang lalu. Selepas itu,semua berlalu dan tak pernah lagi Nampak di depan
mataku. Dirinya, dan perasaanku tentangnya.
Namun tak berlarut dalam sedih, ternyata hatiku terlalu cepat
tertambat pada sosok yang lain. Serupa dirinya, namun kali ini perasaanku lebih
sederhana. Kehilangan telah mengajarkanku banyak hal. Termasuk untuk tidak meletakkan
kebahagiaan pada seorang manusia yang hatinya seringan kapas. Mudah dibolak-balik.
Maka untuk kali ini, perasaanku tak kuizinkan disertai rasa ingin memiliki. Aku
ingin perasaan ini berlabuh apa adanya. Tanpa paksaan. Tanpa settingan. Tanpa plot.
Kubiarkan ia menemukan jawabannya sendiri. Meski entah kapan
Kawan, bagaimana bisa kudeskripsikan dirinya yang megah sekaligus
terlampau sederhana? Aku yakin dia bukan tipe manusia pemuja pengakuan. Ia tidak
membiarkan dirinya diperbudak citra. Tapi aku tahu,dirinya berbeda dari yang
lain (bahkan sudah kurasakan hal ini kala pertama aku menemukannya di hari-hari
pertama perkuliahan kami)
Tidak pernah ada hari spesial yang bisa kukenang tentang
kami. Semua mengalir dengan jujur. Termasuk ketika kami beberapa kali
dipertemukan dalam kegiatan yang sama. Kemudian sekali, dengan tanggung jawab
yang sama. Di momen ini, perasaan yang awalnya hanya senang kemudian setingkat menjadi
kagum. Lagi-lagi kagum pada kesederhanaannya. Pada tanggung jawabnya. Pada caranya
menenangkan forum-dan menenangkanku meski mungkin ia tak bermaksud demikian.
Dan bahkan mungkin jika dunia ini sudah terlalu riuh dan chaos, aku hanya
butuh kehadirannya agar tenang mampu kudekap kembali.
Waktu melaju
kembali. Menuju akhir tahun 2024. Dirinya sempat menghilang. Tapi justru, perasaanku
kian jelas di hadapanku. Aku merasa ada sesuatu yang kurang kala tak kudapati
dia berlalu lalang di sekitar pandanganku. Aku merasa tidak lengkap. Dan tiba-tiba
atas dasar yang tak kuketahui, perasaan ini berkembang menjadi sesuatu yang
disebut rindu. Pantaskah aku merindukan seseorang yang tak punya ikatan
emosional denganku?
Namun sejak hari itu, aku tak lagi denial terhadap perasaanku. Dan dengan jujur mengakui
bahwa mulai saat itu, isi tulisanku akan berputar atas dirinya. Dengan berbagai
macam nama yang mengacu pada satu nama yang sama. Namanya. Berbilang waktu
sampai hari ini. Malam ini. Harapku selalu sama. Wahai pemilik langit, tolong
izinkan dia menemukan mimpi-mimpinya. Tolong cukupkan bahagia di hatinya. Tolong
bersamai selalu langkahnya. Tolong jauhkan dia dari siapapun yang berpotensi
membuatnya terluka.
Aku mengaguminya,lebih besar dari rasa yang kukira hanya
sekadar. Meski ia tak pernah tahu,meski mungkin eksistensiku di matanya hanya
serupa bintang diantara konstelasi yang mencakup triliunan bintang yang lain. Saat
ini, perasaanku tak butuh diketahui. Aku ingin berharap untuknya dari kejauhan.
Dari bangku baris kedua ruang kelasku. Sebagaimana dia yang tidak perlu melakukan
apa-apa untuk membuatku bahagia,akupun tak akan pernah melakukan sesuatu untuk
menarik perhatiannya.
Apa yang ditakdirkan untukku, akan selalu menemukan jalan
untuk sampai padaku. Semoga dia adalah salah satu yang menjadi takdir tuhan,
Untukku.
***
Ditulis dalam
keadaan rindu. Suatu saat kala kembali kusapa tulisan ini, barangkali
perasaanku telah berubah. Semakin jelas- atau mungkin memudar. Apapun itu,aku
selalu mengharapkan mana saja yang terbaik untukku, untuk kami.
Komentar
Posting Komentar