Langsung ke konten utama

suatu malam di seperduanya

Sudah lewat seperdua malam. Jam digital di sudut kiri atas ponselku menunjukkan angka 01.19 kala kata ini kurangkai. Sebenarnya, aku bukan orang yang kerap tidur selarut ini. Tapi entah kenapa, malam ini aku serasa perlu waktu lebih dari biasanya.


Meski yang kulakukan pun hanya sekedar scrolling media sosial, kemudian juga merasa bahagia melihat kebahagiaan orang-orang di dalamnya. Kira-kira, apakah dunia lelah?

Ya. Melihat apa yang saat ini terjadi padanya. Pada banyak peperangan di sudut-sudut tertentu. Pada tiap permusuhan, kekeliruan, pembunuhan, atau membunuh diri sendiri. Dunia menjadi saksi untuk tiap kejadian, tak peduli telah tergerus zaman atau belum.
Namun lebih daripada itu, kupikir menjadi dunia beruntung juga. Sebab ia pun juga akan menjadi saksi untuk tiap-tiap hal indah. Yang ditumbuhkan Tuhan padanya berupa bunga,  yang diturunkan Tuhan padanya berupa rinai, atau yang dipendarkan Tuhan untuknya berwujud cahaya.

Serta tak terhitung manusia yang dititipkan didalamnya untuk menjadi peminpin-kata Tuhan dalam kitab suci.
Aku tak pernah peduli terhadap begitu banyak hal yang di luar kuasaku. Kupikir, hal itu hanya akan membuang waktu.
Namun sepertinya sejak beberapa bulan yang lalu, aku menyalahi prinsip yang ku ciptakan sendiri.

Aku mulai peduli pada kau -yang diluar kuasaku. Bertanya-tanya sendiri kau sedang dimana, bersama siapa, dan tanya-tanya lain yang tentu tak bisa kujawab, dan tentu tak pernah bisa ku utarakan di hadapanmu.

Sekarang sudah 01.27. Kuharap kau sudah dibuai hangat tidurmu. Aku sesaat lagi.
kau baca atau tidak, aku ingin berterimakasih untuk kau yang telah hadir.
Untuk tatap mata yang selalu mengundang senyumku kala ku ingat kembali, untuk sikap menyebalkanmu, untuk perilakumu yang hangat.
Kendati beberapa perbuatanmu mungkin kusalah tafsirkan, tolong tetaplah jadi dirimu apa adanya.

Sebab kau adalah perwujudan keyakinanku, bahwa mencintai bukan perihal memandang kelebihan dan mengabaikan kekurangannya, bukan perihal siapa dan apa yg ia miliki.

Ini tentang pilihan hatimu sendiri. Ia yang sering kau cari di sudut matamu, namun anehnya kau justru memalingkan arah pandang kala bertatapan.
Untuk itu, cukup sampai disini dulu ya. Aku baru mau sholat isya'. Do'akan semoga besok presentasi ku lancar jaya. Do'akan semoga besok aku bisa menemaninya berbicara

with love,
bii

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hope and darkness

Tidak, itu bukan mimpi. Masih jelas terbayang kejadian 12 tahun yang lalu. Kejadian yang kemudian membawaku mengarungi derita tak bertepi. Peristiwa demi peristiwa. Sampai rasanya hidupku ingin kuberi judul sekumpulan tragedi. Sesak nafasku, leher yang seperti dicekik oleh tangan tak kasat mata, makhluk bertanduk yang muncul dari kegelapan, serta yang paling membuat pilu adalah, mereka yang tak satupun mendengar jeritku, sedangkan suara tawanya mampu kudengar dengan jelas diluar sana. Tuhan, mengapa engkau menjadikanku ada untuk kau biarkan derita menenggelamkanku pada titik nadir? Adakah aku melakukan kesalahan yang tidak bisa Kau maafkan? Atau, semua ini adalah caramu menyayangiku? -dengan membentukku menjadi sekokoh karang, yang tidak lagi gentar meski arus kencang menerjangku dari semua arah. *** Acara launching buku perdanaku akhirnya selesai dengan lancar. Setelah menyiapkan naskah itu selama kurang lebih satu tahun, akhirnya tiba hari ini. Hari yang menjadi klimaks dari ragam up...

untuk : yang pernah singgah

Oktober 2024 “Aku pengen dia tahu kalo di belakangnya selalu ada aku yang berharap. Semoga dia didekatkan sama hal yang bisa bikin dia happy” tukasku, “meski selamanya hanya bisa memandang dari belakang” Ranya setengah mendengus dan setengah tertawa sinis. Seolah perkataanku barusan adalah materi stand up comedy yang bisa mengundang tawanya. “Perasaan memang asli bisa bkin seorang Kiara jadi cewek yang bego dan nggak tau malu” Sinis Ranya. Perempuan berkacamata ini memang banyak tahu tentangku. Ia selalu menjadi telinga untuk tiap kisah yang tak pernah bosan kuulang. Dan menjadi buku diary berbentuk manusia tempatku berbagi banyak hal menyenangkan dan sebaliknya. Sedangkan dia, yang menjadi orang terpenting dalam kisah ini, adalah sosok yang tak pernah ku bayangkan akan menjadi sepenting ini. Padahal, melalui masa-masa kuliah dengan tenang dan jauh dari segala bentuk drama adalah hal yang selalu ku harapkan sebelum menjadi mahasiswa. Namun perjalanan yang diamanatkan semesta membawa...

Kisah Baru di Penghujung Semester 4

  Jika tulisan memang punya semacam kekuatan magis untuk mengekalkan kenangan, maka malam ini,aku memilih untuk merilis perasaanku melalui kata. Izinkan aku berkisah tentang seseorang yang entah dengan cara apa akhirnya berhasil merebut perhatianku selama kurang lebih setahun terakhir. Sosoknya mengagumkan-setidaknya di mataku. Meski beberapa temanku pernah bertutur bahwa dirinya terlalu ‘biasa aja’ untuk disukai seorang Qalbi (mereka pikir setinggi apa sih standarku? Hahaha) Aku menemukannya kala sisi hatiku yang lain pun tengah mengagumi seseorang yang lain. Senior. 3 tahun lebih dewasa. Dan barangkali, tanpa kusebut pun namanya, dirimu sudah punya bayangan akan mengarah kemana. Tapi perasaaan ini, ditakdirkan kandas oleh semesta. Ternyata kakak senior-yang kujuluki pemilik mata teduh telah menyimpan seorang pawang dalam diamnya. Bisa apa diriku yang baru anak kemarin sore? Hanya bisa mengucapkan sepotong singkat kata ‘selamat’ kala dirinya di wisuda beberapa bulan yang lal...