Dear, Semesta yang baik...
Seandainya bisa, maka untuk saat ini aku ingin memilih untuk tak menambatkan hatiku pada siapapun. Tak peduli seberapa pintar, seberapa humoris, dan seberapa asik ia diajak untuk berdiskusi.
Aku ingin fokus terhadap diriku. Diri yang masih banyak kurang ini perlu lebih banyak waktu untuk dibenahi.
Seandainya perasaan bisa disetel sedemikian rupa, maka aku ingin memilih untuk tak mengagumi siapapun. Sebab rasa kagum yang makin lama makin tak terbendung ini akhirnya menjadi distraksi bagiku sendiri.
Kau tak tahu betapa lelahnya aku bolak-balik mengecek viewers story ku tiap kali aku meng-upload sebuah story di instagram hanya untuk memastikan bahwa namanya sudah berada di dalam daftar penonton story ku
Kau tak tahu betapa kosong rasanya, menyadari bahwa kau hanya mampu memendam rasamu dalam diam. Kau tak tahu betapa lelah rasanya menerka, apakah perasaan suka ini akan berakhir indah atau sia-sia.
Aku memang tak pernah menyuruh diriku untuk meletakkan harap apapun pada siapapun. Namun hal itu rasanya terjadi diluar kendaliku. Bohong jika aku mengatakan bahwa aku tak menaruh harap apa-apa.
Lelah.
Aku tak suka berada di fase ini. Fase yang akan seringkali membuatku insecure dan overthinking tanpa suatu sebab yang jelas.
Aku ingin menjadi aku pada beberapa tahun yang lalu. Pada fase dimana fokusku belum terpecah, dan perjalanan menggapai mimpiku belum menemui distraksi apa-apa.
Sungguh, aku hanya ingin menjadi manusia yang bisa mematri banyak bahagia dan bangga di hati kedua orangtuaku. Jika di awal langkah ini fokusku sudah sedemikian terpecahnya, lantas bagaimana dengan langkah-langkahku kedepannya?
Aku tak akan pernah rela jika mimpi-mimpi yang kusemai, kupupuk, dan kupelihara sejak lama akhirnya hilang hanya karena semangatku untuk menggapainya yang mulai berkurang.
Jadi, wahai semesta yang baik,
tolong, ya.
Kembalikan aku pada diriku yang dulu. Urusan perasaan dan segala tetekbengeknya biarlah kusimpan dulu di belakang. Ia bukan prioritasku saat ini. Perasaan memang tak pernah salah, namun aku tahu bahwa saat ini memang belum waktunya.
Toh kalau memang perasaan itu tidak bisa dihapus secara total, setidaknya bertindaklah. Jika frekuensi pertemuan yang terlalu sering menjadi alasan awalku menaruh rasa, maka tolong kurangi pertemuan itu. Mungkin tidak bertemu sama sekali juga tidak jadi masalah.
Karena, yaa,
saat ini memang belum waktunya. Toh kalau memang sudah waktunya, aku yakin dua orang yang sudah ditakdirkan akan selalu tahu jalan untuk saling menemukan.
Saat ini, biarlah effort ku kugunakan sepenuhnya untuk upayaku menggapai mimpi-mimpi.
Mimpi yang kuyakini akan tetap jadi mimpi jika aku tak berusaha keras menggapainya dari sekarang.
Pada jalan yang tak mulus ini, aku butuh lebih banyak kekuatan. Sebab disini terjal, banyak ujian. Banyak kerikil tajam.
Semoga, semesta yang baik selalu mendukung setiap tujuanku.
Sepakat?
Tertanda,
bi.
Komentar
Posting Komentar