441.600 sekon menuju hari dimana semesta dimulai. entah aku menyebutnya bergerak maju atau mundur. sebab yang berkaitan dengan waktu selalu dipenuhi paradoks. bertambah-berkurang; maju-mundur. apakah dalam hal ini kita juga bisa mengatakan, tergantung dari perspektif mana kamu menilai? tapi wahai buana, bolehkah jika kali ini aku merepresentasikannya kedalam 6 huruf berkekuatan akbar ? mudah saja dieja. ringan dirapal lidah; syukur . tapi, apakah ketika ihwal menyapa diri, ia masih gampang pula dipakai dalam laku? 7659 kemarin. dan entah akan ada berapa lagi esok yang kauhadiahi padaku. rasa-rasanya, hidup ini terlalu baik. terlalu dermawan memberi. terlalu ikhlas diperlakukan begitu. andai jahat, mungkin sejak sekian lama kau memilih alpa. dihidupi oleh seorang manusia berinisial cahaya dan hati seperti pelak membuatmu harus berulang kali berkawan masalah. acap jatuh di lubang yang sama. kerap menyengaja luka yang pernah mendatanginya lalu – lalu. tapi sekali lagi, kau tetap pa...
Yang kuingat, Rian selalu ada dalam setiap episode kehidupanku. Jika di dunia ini memang benar bahwa ada seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi soulmate kita, barangkali dialah orangnya. Dia sudah selalu ada di depan mataku, sejak aku mampu melihat dunia. Rumah kami berdampingan, begitupun jendela kamarku yang berhadapan dengan jendela kamarnya. Sejak belia, kami sudah sering bersama-sama memandang bintang dan rembulan di langit malam yang pekat. Lalu entah pada malam yang keberapa, saat itu aku kelas 2 SMP, dia kelas 3 SMP. “Rania, nanti kalo udah gede kamu mau jadi apa?” tanyanya suatu ketika. Pandangannya tetap melangit. “Hmmm.” Kuletakkan telunjuk di dagu, berekspresi seolah-olah berpikir keras. “Nggak tahu nih. Mau jadi istri kamu aja boleh?” Aku tersenyum jenaka kala Rian memutar kedua bola mata. Sengaja membuatnya jengkel. Bagiku, ekspresi wajahnya ketika marah selalu mengundang aku untuk selalu membuatnya marah. Tanpa aba-aba, ia menyentil kepalaku. “Bego lu,” ia beranjak dar...